Pages


Rabu, 11 Mei 2011

Kenangan tak terlupakan

Sunyi, dingin, dan sepi menyelimuti desa sepanjang hari. Kala di malam hari tinggal seorang anak bernama Sandi yang ditinggal oleh kedua orang tuanya, hidup di desa terpencil jauh dari perkotaan dan tak bernama membuat hidupnya semakin berani dan mandiri.
Sandi seorang anak yang di lahirkan dari pasangan suami istri yaitu Nita dan Andi, mereka sangat menggantungkan hidupnya terhadap nikmat allah berupa pohon besar yang di dalamnya banyak terdapat sumber makanan, namun setelah insiden longsor yang merengut kedua orang tuanya kini toni hidup sebatang kara, dan kini hanya bisa hidup sendiri di dekat pohon sumber pangan warisan masa lalunya.

Tatkala ia hendak tidur ia selalu menatap dengan sorot yang dingin pohon tersebut dan pikirannya selalu terbawa ke masa silam dimana orang tuanya terseret arus longsor di depan matanya sendiri, sambil melamun ia mengucapkan sesuatu yang mengganjal hatinya,” Memang bodoh aku, disaat ayah dan ibu perlu bantuan aku hanya bisa diam dan menangis, seharusnya aku lebih berani waktu itu.”

“Hu..hu...” terdengar disekitar pohon tangisan Sandi yang menyesal.

Tanpa sadar pohon besar itu bersinar sejauh mata memandang, terlihat oleh sandi pintu kecil seperti lubang waktu di bawah pohon besar yang sedang ditatapnya. Ia nampak bingung melihat pintu itu, lalu ia mencoba memberanikan diri untuk memasuki pintu itu.
“sssssstt..................” suara pintu tersebut menyeret Sandi ke suatu masa yang belum ia ketahui.
Entah apa yang terjadi pada Sandi, ia bergetar dan merinding ketika ia melihat longsor yang menerjang keluarganya waktu lalu, dan semakin bergetar bukan main ketika melihat dua sosok wanita dan pria yang sedang berlari ke arah Sandi untuk menyelamatkan diri dari bencana longsor, setelah melihat dengan teliti kedua orang tersebut mata sandi semakin terbuka lebar akan apa yang dilihatnya, yang tiada lain ibu dan ayahnya.

Tensi darah Sandi semakin naik ketika ia melihat ibunya terpeleset dan hampir terkubur oleh longsor, namun ayahnya berusaha menyelamatkannya dari maut dengan menariknya sekuat tenaga ke arah berlawanan longsor.”Nita ayo kuatkan kakimu cepatlah atau kau akan mati ! “, teriak ayah Sandi yang tergesa-gesa melihat pemandangan yang ekstrim itu.

“Tidak !, lebih baik kau lepaskan saja tanganku atau kau dan aku akan mati bersama, tetaplah kau hidup dan dampingi Sandi !”, tolak Istrinya sambil bercucuran air mata sampai ke pipinya.
“ Diam saja kau !, aku berkorban mempertaruhkan nyawa demi keluarga, soal mati atau pun hidup hanya allahlah yang tahu, kau mengerti tidak ?”, bentak suaminya dengan kesal terhadap kepasrahan istrinya.
Mendengar sandiwara kedua orang tuanya Sandi hanya dapat menangis ketakutan, ia tak percaya setengah mati bahwa peristiwa mengerikan ini terjadi kembali terhadap hidupnya, namun ia jadi teringat pada dirinya waktu itu, bahwa kalau ia terus menangis tanpa berusaha dan berjuang maka tidak bisa mengubah segalanya, maka pada detik itu juga ia mulai berhenti menangis dan sorot matanyapun berubah bagaikan elang yang sedang memburu mangsanya.

Secepat kilat ia berayun-ayun dan melemparkan tangga tali ke depan ayahnya.” Ayah !!! selamatkan ibu, naiklah ke tangga ini, aku akan menahannya sekuat tenagaku.” Teriak Sandi untuk menyelamatkan kedua orang tuanya.

Ayah Sandipun berhasil mengangkat istrinya dan naik ke tangga yang di sediakan oleh putranya, longsorpun mulai mereda dan terlihat tak bergerak lagi, langitpun bersinar berhiaskan pelangi, terlihat oleh Sandi Ibu dan Ayahnya yang memberikan kelegaan hatinya semenjak dua tahun tak dilihatnya.

“ Sandi terimakasih nak, kami sangat mencintaimu.”, Sahut Ayahnya yang bangga terhadap putranya yang sudah tumbuh menjadi serigala perkasa.

“ Benarkah itu yah ?”, tanya Sandi penasaran.

“ Iya nak, kamu telah berubah menjadi seseorang yang rela berkorban untuk keluargamu sendiri.”, jawab ayahnya dengan senyuman bagaikan rembulan di malam hari.

“Namun disaat kau sendiri tanpa kami, kamu juga harus tetap memegang sikapmu ini dan carilah teman untuk menemani kau ketika engkau kesepian sendiri !”, nasihat yang terlontar dari ibunya yang menatapnya penuh kasih sayang.

“ Apa maksud Ibu ?”, tanya Sandi penasaran dengan nasehat ibunya.

Lalu penglihatan Sandi gelap sesaat dan kembali terbuka saat sinar matahari menyinari kedua matanya, lalu ia sadar bahwa kejadian yang dialaminya itu adalah mimpi, namun ia mendapat suatu nasehat berharga dari ibunya, dan kini ia mengerti apa yang dikatakan ibunya waktu itu.

“ Alhamdulillah ya Allah.”, ucapnya sambil bersujud kepada tuhan yang telah mempertemukannya dengan kedua orang tuanya walaupun hanya dalam mimpi.

Dan detik itu juga ia mulai mencari teman sejati yang dapat menemaninya di saat sendiri, teman yang menemaninya beramal shaleh dan yang akan menemaninya berjalan menuju surga.

karya priyan aras sandi

cerpen ini memiliki hak cipta
terimakasih jika anda sudah membaca
beri komentar untuk kemajuan
terimakasih