Pages


Senin, 14 Mei 2012

Perpustakaan SMAN 2 Bandung

Perpustakaan
Dalam arti tradisional, perpustakaan adalah sebuah koleksi buku dan majalah. Dalam arti umum dikenal sebagai sebuah koleksi besar yang dibiayai dan dioperasikan oleh sebuah kota atau institusi.
Peran Perpustakaan
Merupakan upaya untuk memelihara dan meningkattkan efisiensi dan efektifitas proses belajar-mengajar. Perpustakaan yang terorganisasi secara baik dan sisitematis, secara langsung atau pun tidak langsung dapat memberikan kemudahan bagi proses belajar mengajar di sekolah tempat perpustakaan tersebut berada. Hal ini, terkait dengan kemajuan bidang pendidikan dan dengan adanya perbaikan metode belajar-mengajar yang dirasakan tidak bisa dipisahkan dari masalah penyediaan fasilitas dan sarana pendidikan.
Tujuan perpustakaan
Tujuan perpustakaan adalah untuk membantu masyarakat dalam segala umur dengan memberikan kesempatan dengan dorongan melelui jasa pelayanan perpustakaan agar mereka:
a. Dapat mendidik dirinya sendiri secara berkesimbungan;
b. Dapat tanggap dalam kemajuan pada berbagai lapangan ilmu pengetahuan, kehidupan sosial dan politik;
c. Dapat memelihara kemerdekaan berfikir yang konstruktif untuk menjadi anggota keluarga dan masyarakat yang lebih baik;
d. Dapat mengembangkan kemampuan berfikir kreatif, membina rohani dan dapat menggunakan kemempuannya untuk dapat menghargai hasil seni dan budaya manusia;
e. Dapat meningkatkan tarap kehidupan seharihari dan lapangan pekerjaannya;
f. Dapat menjadi warga negara yang baik dan dapat berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan nasional dan dalam membina saling pengertian antar bangsa;
g. Dapat menggunakan waktu senggang dengan baik yang bermanfaat bagi kehidupan pribadi dan sosial
Sejarah Perpustakaan di Indonesia
Perpustakaan pertama di Indonesia yang tercatat adalah sebuah perpustakaan gereja di Batavia yang sesungguhnya telah dirintis sejak tahun 1624 namun akibat berbagai kendala baru diresmikan pada 27 April 1643, bersamaan dengan pengangkatan pendeta Ds (Dominus) Abraham Fierenius sebagai kepalanya. Pada masa itu layanan peminjaman buku yang diselenggarakan perpustakaan gereja Batavia tersebut tidak hanya dibuka untuk perawat rumah sakit Batavia, namun juga untuk pemakai yang berada di semarang dan Juana. Setelah itu tidak terdapat catatan tentang keberadaan perpustakaan di Indonesia untuk waktu yang cukup lama.
Perpustakaan di Indonesia yang tercatat keberadaannya setelah itu adalah perpustakaan milik Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Perpustakaan ini didirikan pada 24 April 1778, semasa Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen berdiri atas prakarsa Mr J.C.M. Rademaker, ketua Raad van Indie. Organisasi tersebut mengandalkan sumbangan dermawan serta bantuan keuangan dari Raad van Indie.
Ketika VOC bubar tahun 1799, Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen tetap beroperasi dengan mengandalkan sumbangan dermawan dan gubernemen. Perpustakaan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen mengeluarkan katalog buku yang pertama di Indonesia dengan judul Bibliotecae Artiumcientiarumquae Batavia Floret Catalogue Systematicus, hasil suntingan P.Bleeker. Edisi kedua terbit tahun 1848 dengan judul dalam bahasa Belanda.
Karena dianggap berhasil dalam memajukan ilmu pengetahuan, khususnya bahasa, ilmu bumi dan antropologi di Hindia Belanda, dan mampu menerbitkan Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen serta Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde secara teratur, maka pada tahun 1924 nama perhimpunan tersebut mendapat tambahan Koninklijk, sehingga menjadi Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen.
Perpustakaan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen merupakan perpustakaan khusus karena koleksinya bersifat khusus serta pemakainya terbatas pada peneliti. Ketika pemerintah Belanda meluncurkan Sistem Tanam Paksa (Cultuur stelsel) muncullah perkebunan dan balai penelitian bidang pertanian. Sistem Tanam Paksa secara tidak langsung mendorong pendirian perpustakaan penelitian bidang pertanian serta tumbuhnya majalah pertanian di Indonesia. Salah satu perpustakaan pertanian yang paling tua serta masih sintas sampai saat ini ialah Bibliotheek’s Lands Plantentuin te Buitenzorg yang didirikan pada tahun 1842. Pada tahun 1911 namanya diubah menjadi Centra Natuurwetenschappelijke Bibliotheek van het Departement van Landbouw, Nijverheid en Handel. Nama tersebut kemudian diubah lagi menjadi Biblioteca Bogoriensis.
Pemberlakuan Tanam Paksa membawa keuntungan bagi pemerintah Hindia Belanda namun membawa kesengsaraan bagi rakyat Indonesia. Terjadi bencana kelaparan di berbagai tempat, misalnya di Purwodadi. Berbagai kesengsaraan yang dialami bangsa Indonesia tersebut menimbulkan kritikan pedas dari kalangan Parlemen Belanda disertai tuntutan untuk membalas hutang budi penduduk Indonesia. Pemerintah Hindia Belanda kemudian menerapkan kebijakan hutang budi yang diwujudkan dalam bentuk Etisch Politiek (Politik Etis), terdiri dari irigasi, transmigrasi dan edukasi.
Dalam kaitannya dengan edukasi, pemerintah Hindia Belanda mendirikan sekolah bagi pribumi yang dinamakan volkschool (sekolah rakyat), yang menerima tamatan sekolah rendah angka dua (ongko loro). Perpustakaan pada volkschool disebut Volksbibliotheek dengan koleksi dipasok oleh Volkslectuur (kelak berubah menjadi Balai Pustaka).
Volksbibliotheek melayani bacaan bagi guru, murid dan penduduk sekitar sekolah. Pelayanan untuk penduduk sekitar ini merupakan langkah maju karena dengan demikian perpustakaan sekolah sudah terlibat dalam kegiatan komunitas, sesuatu yang baru dilancarkan UNESCO enam puluh tahun kemudian. Murid dan guru tidak dipungut bayaran , sedangkan komunitas setempat harus membayar 2,5 sen untuk dua buku yang dipinjam selama dua minggu. Karena volkschool berada di bawah wewenang Kantor Pendidikan, maka secara berkala inspektur sekolah memeriksa perpustakaan yang mencakup inventaris peprustakaan serta data peminjaman. Untuk Volksbibliotheek Jawa artinya volkschool yang berada di lingkungan etnik Jawa, pemerintah Hindia Belanda menyediakan 417 judul buku berbahasa Jawa serta 282 buku berbahasa Melayu. Untuk Volksbibliotheek Sunda, pemerintah Hindia Belanda menyediakan 291 judul buku berbahasa Sunda serta 282 buku berbahasa Melayu. Untuk Volksbibliotheek Madura disediakan 67 judul buku dalam bahasa Madura serta 282 judul dalam bahasa melayu,. Untuk Volksbibliotheek Melayu, setiap perpustakaan sekolah memperoleh 328 judul buku berbahasa melayu.
Pada zaman Hindia Belanda sebenarnya tidak ada perpustakaan umum yang didanai oleh anggaran pemerintah. Perpustakaan umum justru didirikan oleh pihak swasta. Perpustakaan umum yang didirikan oleh swasta disebut openbare leeszalen, artinya ruang baca terbuka atau ruang baca (untuk) umum. Adapun lembaga yang mendirikan openbare leeszalen adalah Gereja Katolik, Loge der Vrijmetselaren, Theosofische Vereeniging dan Maatschappij tot Nut van het Algemeen. Pemerintah Hindia Belanda tidak pernah mendirikan universitas dalam arti sesungguhnya. Yang mereka dirikan ialah semacam sekolah tinggi. Justru yang pertama kali berdiri ialah Technische Hoogeschool yang didirikan pada tahun 1918 dan kemudian resmi menjadi sekolah tinggi pada tahun 1920. School tot Opleiding voor Indische Aarts (STOVIA) di Surabaya, Rechts Hogeschool di Batavia (1924) serta Geneeskunde Hogeschool di Batavia (1927), Faculteit van Landbouw Wetenschapen en Wijsgebeerte di Buitenzorg (Bogor) pada tahun 1941 dan terakhir Faculteit van Letterkunde di Batavia (1941). Kesemuanya memiliki semacam perpustakaan fakultas. Ketika pemerintah Indonesia membentuk Universiteit Indonesia tahun 1950, kesemua sekolah tinggi dan faculteit itu berubah menjadi fakultas. Penyatuan itu yang menyebabkan perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia dimulai dari perpustakaan fakultas baru menyatu menjadi perpustakaan universitas. Pada zaman sebelum perang (1942) Indonesia mengenal perpustakaan sewa, disebut huurbibliothek. Pada awalnya openbare leeszalen dengan huurbibliotheek sering “bersaing” dalam memenuhi kebutuhan bacaan pemakainya, kemudian secara alamiah terjadi penjurusan yang berbeda. Bila openbare leeszalen lebih banyak menyediakan bacaan ilmiah dan ilmiah populer, maka huurbibliotheek cenderung menyediakan bacaan berupa roman dalam bahasa Belanda, Inggris dan Prancis serta buku untuk remaja.
Huurbibliotheek terdapat di Batavia, Soerabaia, Malang, Jogjakarta, Madioen dan Solo, dikelola oleh penerbit forma G. Kolff & Co. Toko buku Visser mendirikan huurbibliotheek di Bandoeng. Huurbibliotheek lainnya ialah Viribus Unitis di Batavia, C.G. van Wijhe di Soerabaia serta Leesbibliotheek Favoriet di Batavia. Lazimnya ketiga perpustakaan sewa yang disebut terakhir ini menyediakan bahan bacaan yang dibeli dari pedagang buku loakan serta berbagai roman kuno yang dibeli dari tangan kedua sehingga peranan mereka dalam persewaan buku tidaklah maknawi. Di samping persewaan buku, ada juga persewaan naskah di Batavia yang diselenggarakan oleh penulis Moehammad Bakir tahun 1897 yang mengelola sebuah perpustakaan sewa naskah di Pecenongan. Naskah disewakan bagi umum dengan imbalan sekitar 10 sen per malam disertai himbauan agar jangan terkena ludah sirih atau minyak lampu teplok! Perpustakaan serupa terdapat juga di Palembang dan Banjarmasin.
Masih ada perpustakaan lain, yaitu yang didirikan oleh kraton, misalnya perpustakaan Radyo Poestoko di Yogyakarta dan perpustakaan serupa di lingkungan Mangkunegaraan, Surakarta. Di pulau Penyengat sekitar akhir abad 18 diketahui adanya sebuah perpustakaan umum yang didirikan oleh penguasa setempat.
Pada zaman pendudukan Jepang tidak ada kegiatan kepustakawanan, karena Jepang mengerahkan semua tenaga untuk keperluan mesin perang. Pada awal kekuasaannya, Jepang melarang peredaran buku berbahasa Belanda, Inggris dan bahasa Eropa lainnya. Semua sekolah tinggi ditutup. Baru ketika Jepang mulai terdesak beberapa sekolah tinggi dibuka kembali, untuk keperluan Jepang.
Akhirnya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia didirikan di Jakarta dan Rijksmuseum di Amsterdam sejak tahun 1995 telah memulai adanya kerjasama dalam pelestarian warisan budaya bangsa. Pada tahap pertama dikhususkan pada gambar-gambar yang dibuat oleh Johannes Rach (1720-1783). Koleksi yang dimiliki Perpustakaan Nasional RI sebanyak 202 buah gambar merupakan jumlah terbesar dari seluruh gambar Rach yang merekam peristiwa penting di Indonesia dan beberapa negara di Asia. Sebagai salah satu museum terbesar di negeri Belanda, Rijkmuseum juga memiliki gambar Johannes Rach yaitu sebanyak 40 buah gambar. Agar dapat didayagunakan oleh masyarakat luas kedua pihak telah menjajaki kemungkinan untuk mengumpulkan koleksi tersebut dan dipublikasikan dalam bentuk pameran maupun terbitan.
[http://dian-masniari.blogspot.com/2010/06/sejarah-perpustakaan-di-indonesia.html]
Sejarah Perpustakaan SMAN 2 Bandung


Sejarah Sekolah,Setelah berakhirnya G 30 S. PKI, sekolah mulai diaktifkan lagi mulai TK, SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi. Seperti kita ketahui bahwa selama 1 tahun ajaran semua sekolah termasuk Perguruan Tinggi di non aktifkan.Peninggalan sekolah asing/Cina yang berada di Bandung semua diduduki oleh KAPI-KAMI. Satu diantaranya adalah gedung Ching Hua yang ada di Cihampelas 173 Bandung, yang sampai sekarang menjadi SMAN 2 Bandung. SMAN 2 Bandung yang semula menempat ruang di Jl. Belitung pada pagi hari dan bergabung dengan SMAN 3 dan SMAN 5, mulai tahun 1966 dipindahkan ke Jl. Cihampelas menempati sekolah bekas Cina/Ching Hua. Sejarah Perpustakaan,Semula menempati bagian Aula berdekatan dengan Ruang Kepala Sekolah dan Ruang TU. Pada waktu itu yang ditugaskan menjadi Pimpinan Perpustakaan adalah Bapak Drs. Oman Abdurachman (Guru Sejarah), dibantu oleh Bapak Drs. Subandi (Guru Biologi) dan dibantu Ibu Diah (Guru PKK). Yang menjadi Kepala Sekolah pada waktu itu Bapak Drs. Nana Kusnadi.Ibu Diah ditugaskan di perpustakaan tidak berlangsung lama karena beliau pindah tugas ke APDN yang pada waktu itu sekolahnya masih ada di Jl. Dago Atas Bandung. Pada waktu SMAN 2 Bandung di pimpin oleh Bapak Drs. Achmad Hamid (1974-1982) perpustakaan dipindahkan, mengingat perpustakaan sudah tidak sesuai lagi dengan keperluan sekolah, jumlah siswa bertambah banyak, dipindahkan ke bawah yaitu yang sekarang dipergunakan untuk ruang kesenian. Pada waktu itu yang menjadi pimpinan perpustakaan masih Bapak Drs. Oman Abdurachman. Karena Bapak Drs. Oman Abdurachman belajar lagi ke Amerika untuk memperdalam ilmu perpustakaan, maka Bapak Drs. Harja ditunjuk untuk mengganti Bapak Drs. Oman Abdurachmanm dibantu oleh Ibu Nurhayati Idris (Guru Bahasa Indonesia), Bapak Drs. Cakra (Guru Bahasa Inggris), Ibu Mien Mukmini (Guru Bahasa Indonesia), Bapak Yosep Suherman (dari Staf TU) dan Bapak Uye Supriatna (dari Staf TU).Setelah Ibu Dra. Nurhayati Idris meninggal karena menderita sakit cukup lama, untuk sementara Koor. Perpustakaan dijabat oleh Ibu Rokamah Rusdi (Guru Bahasa Indonesia) dan dari Staf TU Bapak Enjay dan Bapak Heri Sopian selama ± 1 tahun. Ibu Rokamah Rusdi pengsiun Koord. Perpustakaan dijabat oleh Bapak Drs. Eman Surachman (Guru Seni Rupa) dengan Kepala Sekolah pada waktu itu Bapak H. Ena Sumpenam, BA (1994-1999). Karena pertambahan ruang baca siswa sangat diperlukan, ruang perpustakaan dipindahkan lagi ke gedung baru yang khusus di buat oleh Dinas, yang lokasinya sebelah utara mesjid. Namun ruang perpustakaan tersebut kurang representatif mengingat jumlah buku bertambah, minat baca anak-anak bertambah, pengunjung meningkat, jumlah peminjaman makin banyak, maka atas inisiatif ide dan gagasan Bapak Kepala Sekolah baru yaitu Bapak Drs. H. Encang Iskandar, M.Pd, pepustakaan dipindahkan lagi ke ruang Laboratorium Fisika yaitu ruang yang dipakai sampai sekarang, Laboratorium Fisika dipindahkan ke bekas ruang perpustakaan.Dengan bertambah luasnya ruang perpustakaan ini, petugas pun menjadi bertambah, seluruhnya ada 8 orang petugas dan dipimpin oleh Bapak Drs. Eman Surachman sebagai Koord. Perpustakaan. Demikian juga sarana yang lain oleh Bapak Kepala Sekolah berusaha dilengkapi diantaranya :Rak buku yang semula hanya 7 buah sekarang sudah ada 12 buah.Pengadaan buku-buku tiap semester bertambah sehingga sampai sekarang jumlah buku sudah ada ± 13.000 eksemplar.Penambahan ruang Audio Visual (AVI) dan sarana yang diperlukanPenambahan komputer untuk internet dan komputerisasi untuk pelayanan siswaUntuk keamanan disiapkan kamera monitorPenambahan meja dan kursi untuk siswa dan guru.Berkat kepedulian Bapak Drs. H. Encang Iskandar, M.Pd, terwujudlah perpustakaan yang memadai, sesuai dengan keperluan proses kegiatan belajar dan mengajar pada saat ini. Dan sekarang koord. Perpustakaan Bapak Drs. A. Mumu F.I (guru Bhs. Indonesia) dan Bapak Kepala sekolah sekarang Bapak H. Teddy Hidayat, S.Pd., M.M.Pd.Demikianlah penjelasan riwayat singkat perkembangan Perpustakaan SMAN 2 Bandung.